2012-02-06 Al Qur’an
Di antara kemurahan Allah terhadap manusia, adalah bahwa Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbingnya kepada kebaikan, bahkan juga dari masa ke masa mengutus seorang rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah, mengajak manusia agar beribadah hanya kepada-Nya semata. Menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah datangnya para rasul.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Rasul-rasul (yang telah Kami utus itu), semuanya pembawa kabar gembira (kepada orang-orang yang beriman), dan pembawa peringatan (kepada orang-orang yang kafir dan yang berbuat maksiat), supaya tidak ada bagi manusia suatu hujjah (atau alasan untuk berdalih pada Hari Kiamat kelak) terhadap Allah sesudah mengutus rasul-rasul itu. Dan (ingatlah) Allah Mahakuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’ : 165)
Wahyu diturunkan senantiasa mengiringi manusia sesuai dengan perkembangan dan kemajuan berfikir manusia. Ia memberikan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh setiap kaum para Rasul. Demikianlah sehingga perkembangan itu sampai kepada masa kematangannya. Allah menghendaki agar risalah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam muncul di dunia ini. Maka diutuslah beliau di saat manusia lama mengalami stagnasi para rasul, demi menyempurnakan bangunan para rasul yang datang sebelumnya dengan kitab yang memuat syariat yang bersifat universal dan abadi. Beliau bersabda:
“Perumpamaan diriku dengan para Nabi sebelumku adalah bagaikan orang yang membangun sebuah rumah dengan baik dan indah, kecuali tersisa satu tempat di salah satu sudutnya yang belum terisi satu batu. Orang-orang pun mengelilinginya dan merasa takjub dibuatnya dengan berkata: ‘Seandainya bukan karena kekurangan satu batu bata ini, niscaya bangunan ini menjadi sempurna. Maka Akulah batu bata itu. Akulah penutup para Nabi.’”1)
Al-Qur’an adalah risalah Allah untuk seluruh umat manusia. Banyak dalil-dalil yang secara mutawatir diriwayatkan berkaitan dengan masalah ini, baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah, diantaranya,
“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Hai sekalian manusia! Sesungguhnya aku adalah pesuruh Allah kepada kamu semua, (diutus oleh Allah) yang menguasai langit dan bumi, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang menghidupkan dan mematikan.’ Oleh sebab itu, berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya); ikutilah dia, supaya kamu mendapat hidayah.” (QS. Al A’raf : 158)
“Maha Berkah Tuhan yang menurunkan Al-Furqan kepada hamba–Nya (Muhammad), untuk menjadi peringatan bagi seluruh penduduk alam.” (QS Al Furqan : 1)
Nabi bersabda:
“Setiap nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, sedangkan saya diutus kepada seluruh manusia.”2)
Paska turunnya Al-Qur’an tidak akan ada lagi risalah. Allah berfirman:
“Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang laki-laki dari kalian, tetapi ia adalah Rasul Allah dan penutup semua nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab : 40)
Maka, tidaklah heran kalau Al-Qur’an dapat memenuhi segala tuntutan kemanusiaan yang berdasar pada prinsip utama agama-agama samawi.
“Allah telah menerangkan kepada kamu perkara-perkara agama yang Ia tetapkan hukumnya dan apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh, dan yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu (wahai Muhammad), juga yang telah Kami wasiatkan kepada Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa, yaitu: ‘Tegakkanlah agama, dan janganlah kamu berpecah-belah atau berselisihan padanya. Berat bagi orang-orang musyrik (untuk menerima agama tauhid) yang engkau seru mereka kepadanya. Allah memilih siapa pun yang dikehendaki-Nya untuk menerima agama tauhid itu, dan memberi hidayah kepada yang kembali kepada-Nya.’” (QS. Asy-Syura : 13)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, menantang orang-orang Arab dengan Al-Qur’an, padahal ia diturunkan dengan bahasa mereka sendiri. Mereka juga pakar tentang bahasa itu. Tetapi mereka tidak mampu untuk membuat sepertinya, atau dengan sepuluh surat yang sama dengannya, atau bahkan satu surat saja yang serupa dengan Al-Qur’an. Maka nyatalah kelemahan mereka, dan menjadi kuatlah kemukjizatan risalah Al-Qur’an.
Allah telah menetapkan untuk memelihara Al-Qur’an dengan cara penyampaian yang mutawatir sehingga tidak terjadi penyimpangan atau perubahan apapun. Diantaranya gambaran tentang Jibril yang membawanya turun:
“Ia dibawa turun oleh Malaikat Jibril yang amanah.” (QS. Asy-Syu’ara’ : 193)
Gambaran lainnya juga tentang Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar Kalamullah (yang disampaikan oleh Jibril) utusan yang mulia. Yang kuat, gagah lagi berkedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy. Yang ditaati di sana (dalam kalangan malaikat) dan dipercaya. Sebenarnya sahabat kamu (Nabi Muhammad) itu (wahai golongan yang menentang Islam), bukanlah orang gila (seperti yang kamu tuduh). Dan (Nabi Muhammad yakin bahwa yang disampaikan kepadanya ialah wahyu dari Tuhan). Sesungguhnya Nabi Muhammad telah mengenal dan melihat Jibril di kaki langit yang nyata. Tidaklah patut Nabi Muhammad seorang yang bisa dituduh dan disangka buruk, tentang penyampaiannya mengenai perkara–perkara yang gaib.” (QS. At-Takwir : 19-24)
“Bahwa sesungguhnya (yang dibacakan kepada kamu) itu ialah Al-Qur’an yang mulia, (yang senantiasa memberi ajaran dan pimpinan), yang tersimpan dalam Kitab yang terpelihara, yang tidak disentuh melainkan oleh makhluk-makhluk yang diakui bersih suci.” (QS. Al-Waqi’ah : 77-79).
Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab sebelumnya. Sebab kitab-kitab itu datang secara temporer untuk waktu tertentu. Maha Benar Allah ketika berfirman:
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami benar-benar akan menjaganya.” (QS. Al-Hijr : 9)
Disamping kepada manusia, Al-Qur’an juga diturunkan kepada golongan jin.
“Dan (ingatlah peristiwa) ketika satu rombongan jin datang kepadamu (wahai Muhammad) untuk mendengar Al-Qur’an; setelah mereka mendengar bacaannya, berkatalah (sebagiannya kepada yang lain): ‘Diamlah kamu dengan serius untuk mendengarnya!’ Setelah bacaan itu selesai, mereka kembali kepada kaumnya (menyiarkan ajaran Al-Qur’an itu dengan) memberi peringatan. Mereka berkata: ‘Wahai kaum kami! Sesungguhnya kami telah mendengar Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan (oleh Allah) sesudah Nabi Musa, yang menegaskan kebenaran kitab-kitab suci terdahulu daripadanya, lagi menuntun kepada kebenaran (tauhid) dan ke jalan yang lurus. Wahai kaum kami! Sambutlah (seruan) Rasul (Nabi Muhammad) yang mengajak ke jalan Allah, serta berimanlah kamu kepadanya, supaya Allah mengampunkan sebagian dari dosa-dosa kamu, dan menyelamatkan kamu dari siksa yang tidak terperi sakitnya.’” (QS. Al-Ahqaf : 29-31)
Dengan keistimewaannya itulah, Al-Qur’an memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan di berbagai segi kehidupan, baik yang berkaitan dengan masalah kejiwaan, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik, dengan pemecahan yang lebih bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Untuk menjawab setiap problem yang ada, Al-Qur’an meletakkan dasar-dasar umum yang dapat dijadikan landasan oleh manusia, yang relevan di segala zaman. Dengan demikian, Al-Qur’an akan selalu aktual di setiap waktu dan tempat. Sebab, Islam adalah agama abadi.
Menarik apa yang dikatakan oleh juru dakwah abad 14 H: “Islam adalah suatu sistem yang komprehensif, ia mencakup segala persoalan kehidupan. Seperti masalah negara dan tanah air, pemerintah dan rakyat, moral dan kekuatan, rahmat dan keadilan, budaya dan undang-undang, ilmu dan hukum, harta, masalah kerja dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta militer dan pemikiran. Selain itu, ia juga mengandung masalah akidah yang lurus dan ibadah yang shahih.”3)
Manusia kini banyak yang resah dan gelisah, akhlaknya rusak, tidak ada tempat berlindung bagi mereka dari kejatuhannya ke jurang kehinaan selain kembali kepada ajaran Al-Qur’an.
“Keluarlah kamu berdua dari surga itu bersama-sama, dalam keadaan sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain; sehingga datang kepada kamu petunjuk dari-Ku, maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku itu, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan menderita. Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingat–Ku, maka sesungguhnya adalah baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan himpunkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha : 123-124)
Kaum muslimin mestinya menjadi pembawa obor di tengah gelapnya berbagai sistem dan prinsip hidup yang ada. Mereka patutnya juga tidak terjebak dalam segala kehidupan yang hedonis dan kegemerlapan palsu. Dengan Al-Qur’an mereka mestinya bisa menjadi pembimbing manusia yang kebingungan, sehingga mereka bisa sampai ke pantai keselamatan. Seperti halnya kaum muslimin terdahulu yang dengan berpegang kepada Al-Qur’an mampu menegakkan sebuah negara, maka tidak boleh tidak pada masa kini pun kaum muslimin tentunya juga demikian.
catatan kaki :
1) HR. Al-Bukhari dan Muslim.
2) Terdapat dalam Al-Bukhari dan Muslim, berasal dari hadits, “Saya diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku…”
3) Lihat Hasan Al Banna, Risalah At Ta’lim.
sumber: hasanalbanna.id