Skip to main content

2012-01-23 Syubhat Mimpi

Muhammad-Anis-Matta1.jpg

Buku-buku motivasi dan pengembangan kepribadian  selalu mendoktrin kita: Mulailah dari  mimpi,  karena  kebesaran  selalu  bermula  dari  sana.  Kalimat  itu  telah  menjadi sebuah  ’sabda’  yang  diriwayatkan  oleh  para  motivator  dan  inovator  dalam  berbagai pelatihan  manajemen,  mereka  seperti  menemukan  sumber  energi  bagi  kemajuan mereka.

Adakah yang salah dengan kalimat itu? Tidak juga! Akan tetapi, kalimat itu menyimpan sebuah  ’syubhat’  dan  itulah  masalahnya. Mimpi  adalah  kata  yang  menyederhanakan rumusan  dari  segenap  keinginan-keinginan  kita,  cita-cita  yang  ingin  kita  raih  dalam hidup, atau visi dan misi. Anggaplah  ia seperti sebuah maket, maka  ia adalah miniatur kehidupan yang ingin Anda ciptakan.

Kekuatan  mimpi  terletak  pada  kejelasannya.  Sebuah  keinginan  yang  tervisualisasi dengan jelas dalam benak kita akan menjelma menjadi kekuatan motivasi yang dahsyat.

Kemauan dan tekad menemukan akarnya pada mimpi kita. Apakah artinya kemauan dan tekad  bagi  diri  kita? Dialah  energi  jiwa  kita  yang memberi  kita  kekuatan  bekerja  dan mencipta.

Ulama-ulama  kita  mungkin  tidak  terlalu  setuju  menggunakan  kata  mimpi.  Mereka menggunakan kata “mutsul’uiya” yang mungkin dapat diartikan sebagai cita-cita  luhur dan  tertinggi  dalam  hidup.  Itulah  yang  kemudian  melahirkan  “hamm“,  sejenis kegelisahan  jiwa,  yang  selanjutnya  membentuk  “irodah”  (kemauan)  dan  “azam” (tekad).

Nah,  dimanakah  letak  syubhat  itu?  Syubhat  itu  bernama  “angan-angan”.  Garis  batas antara mimpi dan angan-angan terlalu tipis, karena itulah ia menjadi syubhat.

Mimpi mempunyai  basis  rasionalitas,  struktur  dan  susunan  yang  solid,  terbangun  dari proses  perenungan  yang  panjang  dan  mendalam,  terbentuk  melalui  pengalaman-pengalaman hidup yang terhayati dalam  jiwa dan  terolah dalam pikiran. Karena faktor-faktor pembentuk mimpi ini begitu kuat mengakar dalam kepribadian kita, maka mimpi biasanya  tervisualisasi  secara  sangat  jelas,  sejelas  maket  bangunan  bagi  seorang insinyur.

Angan-angan  tidak mempunyai  basis  rasionalitas,  dan  karenanya  tidak  terstruktur  dan tidak tersusun secara solid,  lebih banyak  lahir dari sikap melankolik, sering merupakan sebentuk  pelarian  dari  dunia  nyata,  sering  juga  merupakan  cara  menghibur  diri  dari kegagalan hidup. Angan-angan seringkali  lebih mirip dengan “mimpi-bangun”; sejenis mimpi yang seakan-akan teriihat dalam keadaan bangun.

Mimpi bersifat realistis, tetapi angan-angan tidak  terbangun dari realitas. Mimpi adalah cara membangun sebuah realitas, angan-angan adalah cara memanipulasi realitas. Akan tetapi,  baik  para  pemimpin  maupun  mereka  yang  suka  berangan-angan,  biasanya mempunyai  penampakan  tradisi  yang  sama:  mereka  sama-sama  gemar  mengkhayal. Dunia khayalan adalah dunia para pahlawan: dari  sanalah mereka merumuskan mimpi, tetapi tidak berangan-angan.


sumber: hasanalbanna.id