Skip to main content

2012-01-16 Mukadimah Tazkiyatun Nafs (2)

Said-Hawwa.jpg

Para murabbi (pendidik dan pembina) di zaman kita menghadapi kondisi yang sangat genting, yaitu hati manusia membatu dan penyakit-penyakitnya seperti dengki dan ujub tersebar luas.  Berinteraksi dengan sesama secara baik telah melemah. Jihad dan amar ma’ruf nahi munkar pasti terpengaruh oleh hal-hal itu. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi orang-orang yang menginginkan perbaruan komitmen keislaman untuk berpikir demi menghidupkan nilai-nilai spiritual dari berbagai bentuk peribadahan dan demi menghiasi jiwa dengan akhlak kehambaan dan menyucikan dari berbagai naluri kebinatangan dan kesetanan.

Jika telah jelas bahwa penyebab langsung kematian hati adalah kehilangan nilai-nilai spiritual dan keimanan seperti sabar, syukur, takut kepada Allah yang semua itu merupakan keharusan demi maslahat kehidupan dan jika sudah jelas pula bahwa penyebab langsung kematian itu adalah dengki, ujub, ghurur (tertipu) yang semua itu adalah hal-hal yang sangat berbahaya bagi kehidupan maka konsentrasi kepada pengkajian nilai-nilai ini menjadi kewajiban bagi orang-orang yang menghendaki perbaikan kehidupan pribadi maupun masyarakat.

Karena sisi mu’amalah dan perkataan merupakan dua sisi yang paling dipengaruhi oleh berbagai kekurangsempurnaan ibadah dan berbagai penyakit hati, maka kedua sisi ini kami berikan perhatian dalam buku ini.

Kami telah menulis buku Tarbiyatuna ar Ruhiyah ‘pendidikan rohani kita’ dengan tujuan untuk menghidupkan pembahasan nilai-nilai ini, tetapi sangat sedikit perinciannya. Menimbang banyak buku yang membahas tentang tema-tema penyucian jiwa ini dikritik oleh sebagian orang karena banyak mencampuradukkan antara yang samar dan yang jelas, bahkan terkadang antara yang bid’ah dengan yang sunnah, maka akan sangat bermaslahat jika kita memilih dari pembicaraan orang yang membahas tema seperti ini hal-hal yang diperlukan saja disamping aspek-aspek praktis dan terperinci dalam ilmu tazkiyah ‘penyucian jiwa’ dan hal-hal yang diperlukan oleh praktik pembaruan nilai-nilai iman dan hati dan praktik pembaruan adab interaksi. Kedua praktik ini sangat diperlukan oleh pembaruan Islam yang nyata. Oleh karena itu, perincian buku Ihya’ sangat detil dan terfokus kepada intisarinya.

Saya menyeleksi aspek-aspek qalbiyah (yang berkaitan dengan hati) yang seharusnya menyertai berbagai ibadah, penyakit-penyakit yang harus dihindari oleh hati seperti dengki, aspek-aspek utama yang mesti terealisasi dalam hati seperti sifat sabar, tawakal, takut  dan cinta, serta aspek-aspek utama yang harus menjadi akhlak manusia.

Saya mengangkat pembahasan mengenai adab-adab lisan dan adab-adab berinteraksi, dimulai dari adab guru dan murid hingga adab berinteraksi dengan orang tua, kerabat dan masyarakat dengan tambahan bahasan tentang jiwa, setan, dan cara-caranya merasuki manusia. Menurut pendapat saya, hal-hal inilah yang harus dijadikan pelajaran oleh kaum muslimin pada zaman kita sekarang.

Gerakan Islam kontemporer menghadapi permutadan dari agama Islam yang hampir lebih besar dari pemurtadan dahulu. Oleh karena itu, gerakan Islam harus mengerahkan seluruh kekuatan ilmiah dan fikriahnya untuk membebaskan manusia dari pemurtadan itu. Muncullah aliran pembaruan Islam kontemporer, ustadz Hasan Al Banna mempeloporinya, dialah pelopor setiap kebaikan, dialah pelopor dalam hal pemberian nasihat, pengajaran, penyucian jiwa, dan lain-lain, sehingga arus pembaruan ini menjalar ke semua hal. Kebutuhan langsung pada waktu itu terkadang menuntut penjelasan secara terperinci. Oleh sebab itu, sebagian nilai-nilai tersebut bersifat global, seperti hakikat perjalanan spiritual dan hati menuju Allah.

Sudah menjadi keharusan bagi anak-anak didik madrasah Hasan Al Banna untuk menjelaskan nilai-nilai itu secara terperinci, karena masa sekarang menuntut penjelasan terperinci dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam dakwahnya, yaitu prinsip-prinsip yang telah baku, tinggi derajatnya, dan komprehensif yang bersumber dari ilmu dan pengalaman.

Gerakan Islam kontemporer dalam salah satu periodenya pernah hanyut dalam sikap hanya mempertahankan Islam dari berbagai tuduhan dan menyerang para konspirator, sehingga mengabaikan sebagian kewajibannya, seperti menulis tentang masalah-masalah ini, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kaum muslimin. Sekarang sudah waktunya kita beralih menghidupkan nilai-nilai tazkirah atau penyuci jiwa karena pergerakan Islam mulai meluas, aktivitasnya mulai bercabang dan timbul berbagai sudut pandang yang dikhawatirkan menyebabkan beberapa hal berjalan tidak semestinya atau membuat lemahnya benih cahaya di lubuk hati. Walaupun buku-buku turats (karya ulama-ulama terdahulu) penuh dengan nilai-nilai itu dan banyak yang dapat dijadikan acuan dalam masalah ini, tetapi apa yang tercakup di dalamnya terkadang sesuai dengan zaman kita dan terkadang melebihi keperluan kita atau terkadang kurang dari keperluan seorang muslimin biasa. Disamping itu, banyak hal yang diperselisihkan dan menjadi pangkal perdebatan panjang.

Semua itu menuntut para pemerhati masalah ini untuk berpikir menyusun apa yang menjadi keharusan orang-orang zaman mereka agar mereka tidak hidup dalam kekosongan yang diisi oleh kesalahan, kesesatan, kelalaian, atau lupa. Buku ini merupakan perwujudan dari tren tersebut.

Saya yakin bahwa pembahasan-pembahasan yang saya sebutkan dalam buku ini adalah amal baik yang mendekatkan kepada Allah dan menjauhkan dari murka-Nya. Pembahasan-pembahasan itu termasuk ilmu-ilmu yang hukum menuntutnya fardu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimah dan sangat diperlukan pada zaman kita yang kosong spiritual ini. Jika pembaruan Islam meliputi pembaruannya pada tingat individu, keluarga, bangsa dan kemanusiaan, juga meliputi tingkat masyarakat dan pemerintah, maka penghidupan rohaniah yang didahulukan demi terwujudnya pembaharuan Islam menyeluruh. Selama hati mati, jiwa tidak disucikan dan tidak ada kepada Allah dan makhluk-Nya, maka tidak ada pembaruan di muka bumi Islam. Karena itulah nilai-nilai ini kami susun dalam buku ini.

Walaupun jarang ada hasil seleksi dari sebuah buku yang tampil dengan tetap menjaga keutuhan sistematika pembahasan dan temanya sebagaimana telah saya sebutkan diawal, namun untuk menghindari hal-hal yang seharusnya dihindari itu, saya menambah banyak tulisan, mengubah susunan, dan menyusun mukadimah pada setiap bab. Buku ini saya bagi menjadi empat bab dan sebuah penutup.

Bagian pertama berisi penjelasan tentang adab-adab guru dan murid. Bagian kedua berisi penjelasan tentang sarana-sarana penyucian jiwa berupa berbagai ibadah dan amal (perbuatan). Bagian ini meliputi tiga belas bab. Bagian ketiga berisi penjelasan tentang hakikat penyucian jiwa. Bagian ini meliputi tiga bab. Bagian keempat berisi penjelasan mengenai pengendalian lisan dan adab berbagai interaksi.

Ketika membaca buku ini pembaca akan merasa berada di hadapan khazanah nilai-nilai yang amat tinggi. Mereka akan mendapatkan pendalaman materi berkenaan dengan masalah penyucian jiwa sehingga ia akan membacanya berkali-kali karena banyak hal yang tercantum dalam kajian buku ini termasuk ke dalam ilmu yang hukum menuntutnya fardu áin bagi setiap muslim dan muslimah.


sumber: hasanalbanna.id