Skip to main content

2011-12-26 Keunikan

Muhammad-Anis-Matta1.jpg

Orang-orang  menjadi  pahlawan  karena  ia  mempunyai  bakat  kepahlawanan  dalam dirinya  dan  karena  bakat  itu menemukan  lingkungan  yang memicu  pertumbuhannya, kemudian  menemukan  momentum  historis  yang  menjadikannya  abadi.  Setiap  orang datang membawa bakat yang berbeda, kemudian menemukan lingkungan yang berbeda, dan kemudian menemukan momentum historis yang berbeda.

Betapa  banyak  orang  yang  berbakat  yang  tidak  menjadi  pahlawan  karena  tidak menemukan  lingkungan  dan momentum  historis  yang mengakomodasi  bakatnya. Dan betapa  banyak  orang  yang  hidup  di  tengah  lingkungan  dan momentum  historis  yang memungkinkannya  menjadi  pahlawan,  tetapi  mereka  tidak  juga  menjadi  pahlawan. Karena mereka memang tidak berbakat.

Maka, keunikan individual para pahlawan itu adalah keniscayaan sejarah. Sebagian dari keunikan  itu bersumber dari bakatnya, sebagian yang  lainnya bersumber dari ruang dan waktu serta situasi-situasinya. Keharmonisan dan perpaduan antara bakat, ruang, waktu dan  situasi  adalah  faktor  utama  yang  mengantarkan  seseorang  kepada  dunia kepahlawanan.  Inilah  yang  dimaksud  Allah  SWT,  “Setiap  orang  dimudahkan melakukan apa yang untuknya ia diciptakan.“

Maka, seseorang kemudian dianggap pahlawan karena  ia melahirkan karya yang berbeda  dari  karya-karya  orang  lain.  Sejarah  tidak  mencatat  pengulangan-pengulangan. Kecuali, untuk karya dalam bidang yang sama dengan kualitas yang tidak berbeda  secara  hirarkis,  tetapi  berbeda  dalam  situasinya.  Hal  ini  meyebabkan  letak kepahlawanan setiap orang selalu berbeda.

Jadi,  justru disinilah  letak masalahnya. Menjadi unik adalah beban psikologis yang tidak semua orang dapat memikulnya. Ancaman bagi orang-orang yang unik adalah isolasi,  keterasingan,  dan  akhimya  adalah  kesepian.  Sebab,  tidak  semua  orang  dapat memahaminya.  Ketika  Umar  Bin  Khattab  menemukan  bahwa  ternyata  Allah  SWT membuka pintu kekayaan dunia pada masa khilafahnya,  ia mulai cemas  jangan-jangan itu  bukan  prestasi,  tetapi  justru  karena  Allah  ingin  memisahkannya  dari  kedua pendahulunya,  Rasulullah  saw  dan  Abu  Bakar.  Sebab,  Allah  tidak  membuka  pintu kekayaan dunia pada kedua masa itu.

Para pahlawan mukmin sejati memahami kenyataan  ini dengan baik. Dibutuhkan suatu tekad  dan  keberanian  moral  untuk  menembus  tirai  kesalahpahaman  publik  dan lingkungan.  Itu  pada  tahap  awalnya.  Namun,  dibutuhkan  tekad  dan  keberanian  yang lebih  besar  lagi  pada  tahap  selanjutnya.  Yaitu,  tekad  dan  keberanian  untuk “memaksakan” kehadiran pribadi kita dalam struktur kesadaran masyarakat. Inilah saat yang  paling  menegangkan  dalam  proses  “pensejarahan”  seseorang,  karena  sejarah hanyalah  refleksi dari  struktur kesadaran kolektif masyarakat. Pada  saat  seperti  itulah, seorang pahlawan “memaksa” masyarakat untuk mengakuinya secara natural. Memaksa masyarakat  untuk  tunduk  dihadapan  kehebatan-kehebatannya.  Memaksa  masyarakat untuk menyerah pada rasa kagum mereka terhadapnya, karena kebaikan-kebaikan yang berserakan pada individu-individu masyarakat itu terkumpul dalam diri sang pahlawan.

Maka, ketika Rasulullah saw wafat, para sahabat  terguncang. Ketika Khalid Bin Walid meninggal, para wanita Madinah menangis. Guncangan jiwa daan derai air mata adalah bentuk-bentuk penyerahan diri masyarakat terhadap rasa kagum mereka.

Jika  engkau  bersedia  untuk  menerima  takdir  kesepian  sebagai  pajak  bagi keunikan, maka niscaya masyarakat juga akan membayar harga yang sama; kelak mereka akan merasa kehilangan.


sumber: hasanalbanna.id