2012-02-04 Pengantar Membina Angkatan Mujahid
Al Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaih (Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya). Pertanyaannya, lantas mengapa di masa sekarang kondisi umat Islam tertinggal oleh umat-umat Islam yang lain? Apakah slogan di atas sudah tidak berlaku lagi? Ataukah ajaran Islam sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman?
Jawabannya, slogan di atas masih tetap berlaku dan benar adanya. Demikian juga ajaran Islam masih tetap relevan denan perkembangan zaman dan kemodernan. Kalaupun kondisi umat Islam saat ini kurang menggembirakan, letak permasalahannya ada pada diri umat Islam itu sendiri, bukan pada Islamnya. Di satu sisi kemaksiatan dan penyimpangan telah menggerogoti kewibawaan umat, di sisi lain sebagian umat yang ingin bangkit seringkali gagal dalam memahami ruh ajaran Islam.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al Banna di Mesir pada tahun 1928 mencoba memberikan jawaban bagi dua permasalahan tersebut. Melalu karya tulis maupun sepak terjangnya di lapangan dakwah, Hasan Al Banna berusaha memompa semangat kebangkitan umat sekaligus menampilkan contoh sebuah gerakan dakwah yang –di samping benar dan lurus—juga produktif dan efisien. Melalui metode tarbiyah yang digulirkannya, Islam menjadi demikian mudah dipahami, ayat-ayat Al Qur’an terasa demikian hidup di hadapan pembacanya. Semua ini tidak lain karena HasanAl Banna mencoba mengembalikan pola pemahaman ajaran Islam kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Disesuaikan dengan taraf pemahaman umat Islam di masa ini serta berbagai permasalahan yang meliputi mereka.
Ada banyak ulama, pakar manajemen, analis politik yang bertebaran dimana-mana juga para ahli di bidang pendidikan, tetapi umat di abad ini membutuhkan hadirnya sosok yang berpadu padanya kesemua itu. Dan Hasan Al Banna adalah salah satu representasi dari kebutuhan umat tersebut. Dia ‘alim terhadap ilmu-ilmu keislaman, wawasannya luas, ahli ibadah, orator, pekerja sosial, juga seorang pemimpin jamaah yang menampilkan perpaduan berbagai teori kepemimpinan mutakhir.
Di sisi lain, kita merasakan bahwa umat Islam kini membutuhkan sekali hadirnya sosok-sosok muslim ideal, untuk mempelopori penegakan nilai-nilai Islam di tengah-tengah mereka. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa suara dakwah menggema dimana-mana. Namun sangat disayangkan bahwa di antara suara itu banyak pula yang sumbang. Antara satu dengan yang lain tidak saling membangun dan menyempurnakan. Bahkan ada kalanya, satu suara kebenaran bergaung disusul dengan puluhan suara kedengkian. Seorang penyair Arab dengan sangat indah melukiskan:
Bila ada seribu pembangun
Satu yang meruntuhkan
Cukuplah sudah
Bagaimana dengan satu pembangun
Seribu yang meruntuhkan?
Dengan kata lain, belum banyak dijumpai lahirnya aktivis dakwah yang terprogram dan terpadu, dari suatu konsep dakwah yang integral. Akibatnya, dinamika dakwah menjadi kurang memiliki greget pengaruh dan hilang kemampuannya untuk menjadi pribadi-pribadi yang ideal tadi.
Apa keterkaitan buku ini dengan semua uraian di atas?
Membina Angkatan Mujahid, yang diterjemahkan dari judul asli: Fi Afaqit Ta’alim adalah buku karya Sa’id Hawwa yang merupakan studi atas Risalah Ta’alim yang ditulis oleh Hasan Al Banna.
Risalah Ta’alim sendiri adalah risalah yang berisi beberapa pengarahan yang ringkas dan praktis, yang ditujukan kepada para aktivis gerakan dakwah. Suatu risalah yang –meskipun ringkas—memiliki muatan pesan yang filosofis, integral, dan mendalam. Yang jika pesan-pesan itu ditanamkan di dada ku muslimin ini, niscaya akan membuahkan suatu produk kepribadian yang Islami dalam pengertian yang sesungguhnya. Sosok kepribadian yang khusyuk dalam beribadah, dinamis dan tulus dalam beraktivitas dakwah, dan senantiasa gelisah menyaksikan kemungkaran di sekitarnya. Suatu sisi kepribadian yang –sekali lagi—benar-benar dibutuhkan umat di masa kini.
Dari sinilah Sa’id Hawwa merasa perlu untuk menyusun penjelasannya. Dengan penjelasan ini generasi penerus dakwah diharapkan tertuntun dan terbimbing untuk memahami pesan-pesan Imam Syahid agar lebih mudah pula menyebarkannya kepada orang lain dan mengaktualisasikannya di tengah kehidupan bermasyarakat. Apalagi dengan hadirnya Era Reformasi ini, yang mudah-mudahan dapat mengantarkan kita kepada lahirnya masyarakat madani, setiap kita diharuskan mengokohkan eksistensi dirinya secara lebih nyata, agar suara kebenaran dan keadilan lebih nyaring terdengar.
Dalam buku ini, penulis memulai penjelasannya dengan membedah jati diri dari gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin itu sendiri, dengan harapan pembaca mempunyai persepsi yang sama untuk memasuki kajian Risalah Ta’lim berikutnya.
Demikianlah kurang lebih anatomi buku Membina Angkatan Mujahid yang ada di hadapan pembaca. Semoga kajian ini bisa memperkaya pemahaman kita terhadap Islam pada umumnya dan gerakan dakwah khususnya. Akhirnya, selamat membaca.
Jakarta, Mei 1999
Abu Ridho
sumber: hasanalbanna.id