Skip to main content

2012-01-21 Kata Sambutan Capita Selecta

Buya-Hamka.jpg

Pada akhir tahun 1929 terbit di Bandung majalah Pembela Islam. Di dalamnya menulis Saudara-saudara alm. Sebirin, Fachruddin Al Kahiri, dan M. Natsir sebagai pengisi tajuk-rencana. M. Natsir (Mohammad Natsir) mengemukakan sikap dan pendirian Islam sebagai asas  untuk memperjuangkan Kemerdekaan. Berangsur-angsur mulai jelas perbedaan pandangan-hidup antara nasional, yang berjuang karena kemerdekaan itu an sich dengan pandangan-hidup mestinya  seorang Muslim.

Ir. Soekarno, yang menjadi pelopor gerakan nasional ketika itu, menyemboyankan: “Berjuanglah mencapai Kemerdekaan Indonesia dengan dasar nasionalisme! Adapun agama adalah pilihan dan tanggung-jawab masing-masing diri!”

M. Natsir berpendapat, Islam bukanlah semata-mata suatu agama, tapi adalah suatu pandangan-hidup yang meliputi soal2 politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Baginya, Islam itu ialah sumber segala perjuangan atau revolusi itu sendiri, sumber dari penentangan setiap macam penjajahan: eksploitasi manusia atas manusia; pembantrasan kebodohan, kejahilan, pendewaan, dan juga sumber pembantrasan kemelaratan dan kemiskinan. Islam tidak memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Nasionalisme hanyalah suatu langkah, suatu alat yang sudah semestinya di dalam menuju kesatuan besar, persaudaraan manusia di bawah lindungan dan keridhaan Ilahi. Sebab itu, Islam itu adalah primair, —* demikian pandangan M. Natsir.

Bertahun-tahun ideologi yang dijelaskan M. Natsir itu tinggal dalam bundelan Pembela Islam saja, sebab M. Natsir tidak masuk partai politik. Baru pada tahun 1939, ia masuk Partai Islam Indonesia. M. Natsir senang sekali duduk di meja tulisnya seorang diri, menulis untuk menyatakan fikiran-fikirannya dengan bebas dan merdeka, seperti juga dikelas di depan murid-muridnya. Ia menjauhi arena gembar-gembor; dalam tulisan-tulisannya hal itu dapat diperhatikan.

Sebab itu, dengan girang saya sambut, usaha mengumpulkan buah fikiran M. Natsir ini. Penting dan berguna bagi pemuda-pemuda kita angkatan baru, lebih-lebih bagi angkatan baru Pemuda Islam.

Lain dari pada itu, ada lagi yang utama, yakni: Sesudah selesai perjuangan merebut Kemerdekaan ini, kita masuk ke taraf baru, yaitu memikirkan nilai-nilai ideologi yang akan disumbangkan dalam pembinaan Dunia Baru. Kaum Muslimin sedunianya yakin, bahwa mereka termasuk tenaga yang besar-besar di masa sekarang, seperti Khawaya Kamaluddin, Maulana Muhd. AH, Iqbal, Hasan Al Banna, Ayatullah Al Kasyani, dan lain-lain, telah menjelaskan dan mengemukakah fungsi-fungsi masyarakat dan kepercayaan dari segi Islam, dalam menghadapi dunia sekarang, justru dalam masa dua blok besar yang berbeda dasar perjuangannya itu berhadapan dewasa ini. Maka fikiran M. Natsir ini, dapatlah diartikan fikiran Muslimn Indonesia dan sudah pada tempatnya pula kita kemukakan.

Berdasar kepada yang saya terangkan diatas ini, saya menganjurkan agar kumpulan karangan ini disalin kebahasa Arab atau bahasa Inggris.

Inilah sambutan saya dan moga-moga berhasil anjuran saya itu.

Jakarta, akhir Nop. 1954

Hadji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)


sumber: hasanalbanna.id