Skip to main content

2012-01-20 Sepatah Kata Capita Selecta

Mohammad-Natsir.jpg

Sudah menjadi rahasia umum bahwa penulis yang dahulu memakai nama “A. Muchlis”, ialah sdr M. Natsir (Mohammad Natsir), yang sekarang menjadi Ketua Umum partai politik Islam Masjumi, dan pernah menjadi Perdana Menteri pada mula terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950. Dia menulis pada 15 atau 16 tahun yang lewat di dalam majalah yang dahulu kami pimpin di Medan, “Pandji Islam” dan juga di dalam majalah “Pedoman Masjarakat“.

Tulisannya yang berisi dan mendalam dengan susunan yang berirama dan menarik hati, sangatlah memikat perhatian para pembaca. Bukan saja karena kata-katanya yang terpilih, yang disusun menurut caranya yang tersendiri itu, melainkan lebih utama lagi karena isinya yang “bernas” mengenai soal-soal sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi kebutuhan bangsa kita pada waktu itu. Semuanya dijiwainya dengan semangat dan ideologi Islam yang menjadi pegangan hidupnya.

Dia tampil ke depan. Dia mengetahui betul kapan dia harus berteriak memberi komando untuk memimpin perjuangan bangsanya, dan dia tahu pula kapan masanya dia berkelakar dan bergembira untuk menghibur, membangkit semangat baru bagi perjuangan.

Dengan lain perkataan, dia tahu waktunya untuk membunyikan terompet dengan genderang perang, jika ia hendak menghadapi lawan yang menentang cita-cita Islam, baik terhadap bangsa penjajah maupun terhadap bangsa sendiri yang belum menginsafi akan ideologi Islam itu. Tetapi nanti tepat pada saatnya pula dia bersenandung dengan irama yang beralun kegembiraan untuk menggembirakan hati pejuang-pejuang Kemerdekaan.

Bukankah pada masa itu, tahun 1939 dan selanjutnya adalah tahun-tahun persiapan dan latihan untuk menghadapi suatu revolusi besar Kemerdekaan Indonesia, yang meletus emam tahun kemudiannya?

Tangkisannya menghadapi tindakan licik dari penjajah dan suara benggolan-benggolan kapitalis asing di Dewan Rakyat, begitu pula terhadap beberapa pemimpin Indonesia yang tidak mengerti akan ideologi Islam, dicoretkannya dengan cara tersendiri, yang berirama dan bersemangat dalam segala tulisan-tulisannya.

Di alam segala tulisan-tulisan tersebut, sekalipun merupakan polemik yang setajam-tajamnya, belumlah pernah ia mempergunakan perkataan yang mengurangkan nilai “jiwa-besar”nya. Bahkan, semakin tajam soal yang dipolemikkan, semakin bertambah teranglah cita-cita besar yang terkandung di dalam dirinya. Dari itu, tidak saya ragu bahwa pada suatu saat Saudara M. Natsir atau penulis A. Muchlis ini akan maju ke depan untuk memimpin umat bangsanya.

Dia datang pada saatnya yang tepat. Di dalam rangkaian pemimpin-pemimpin Islam Indonesia yang dipelopori oleh H. O. S. Tjokroaminoto dan H. A. Salim, dia merupakan mata rantai yang sambung- bersambung untuk melaksanakan ideologi Islam. Dan didalam perjuangan Kemerdekaan ini, ia menempati suatu lowongan yang tertentu. Jika 15 tahun yang lalu, ia memberi komando dengan tulisan, maka sejak zaman Kemerdekaan, ia lansung terjun ke tengah medan jihad bersama kawan-kawan yang se-ideologi ataupun tidak, mengantarkan Bangsa dan Negara ketempat yang layak, dan sesuai sebagai Negara merdeka dan berdaulat.

Tulisan-tulisan A. Muchlis pada 15 tahun yang lampau itu masih tetap merupakan pimpinan yang berjiwa bagi angkatan yang sekarang. Masing-masing pembacanya masih senantiasa merindukan dan  mengharapkannya  yang sebagai irama suling perindu menawan hati atau sebagai terompet yang memanggil kepada jihad yang suci.

Dengan ini, saya menyambut kumpulan tulisan A. Muchlis, yang dahulu dimuat dalam majalah-majalah yang saya pimpin “Pandji Islam” dan “Al Manar”.

Saya hargai usaha penghimpunan dan mudah-mudahan usahanya yang baik ini mencapai maksudnya. Dan saya mendoakan, moga-moga kumpulan karangan A. Muchlis ini dapat semakin mengenalkan orang kepada cita-cita tinggi yang terkandung di dalam dirinya saudara M. Natsir.

Wassalam,

Jakarta, akhir Nop. 1954

Z. A. Ahmad


sumber: hasanalbanna.id