Skip to main content

2012-01-11 Pendahuluan Menjadi Murabbi Sukses

Satria-Hadi-Lubis.jpg

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. 21 : 107).

Misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Rahmat dalam pengertian menebarkan kasih sayang dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Misi tersebut tak bisa tidak mengharuskan kita hidup dalam jalan dakwah. Mengapa? Sebab hanya dakwah yang membuat seorang muslim konsisten mengajak orang lain ke arah kebaikan dan kasih sayang. Sedang jalan selain dakwah adalah jalan yang penuh ketidakpastian dan keraguan untuk merealisasikan misi keberadaan manusia muslim tersebut. Jalan yang seringkali menggelincirkan seseorang kepada sikap egois dan hanya mementingkan diri sendiri.

Itulah sebabnya Allah mewajibkan setiap muslim berdakwah, agar mantap merealisasikan misi keberadaannya di muka bumi. Kewajiban tersebut bahkan sudah kita sandang sejak akil baligh. “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. 31 : 18).

Dakwah adalah jalan orang-orang yang mulia sepanjang masa. Saking mulianya  jalan tersebut, Allah SWT sampai menyebutnya sebagai jalan “yang terbaik”. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. 41 : 33). Karena itu, amat ironis jika ada seorang muslim yang secara sadar meninggalkan jalan dakwah.

Untuk berdakwah, kita perlu memahami tahapan dakwah. Secara umum, ada dua tahapan dakwah, yakni dakwah umum (‘ammah) dan dakwah khusus (khossoh). Dakwah ‘ammah adalah dakwah yang ditujukan kepada masyarakat umum tanpa adanya hubungan yang intensif antara da’i (orang yang berdakwah) dengan mad’u (orang yang didakwahi). Sebagian besar fenomena dakwah yang ada di masjid-masjid dan media massa adalah dakwah ‘ammah. Follow up (kelanjutan) dari dakwah ‘ammah adalah dakwah khossoh. Yakni dakwah kepada orang-orang terbatas yang ingin bersungguhsungguh mengamalkan Islam. Hubungan antara da’i dan mad’u berlangsung intensif pada dakwah khossoh. Umumnya, mad’u pada dakwah tahapan khusus ini dikumpulkan dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 3-12 orang yang disebut dengan halaqah (lingkaran). Di beberapa kalangan halaqah juga disebut dengan pengajian kelompok, mentoring, ta’lim, usroh, liqo’, dan lain-lain. Di dalam halaqah inilah murabbi (pembina) berada.

Pengertian Murabbi

Murabbi adalah seorang da’i yang membina mad’u dalam halaqah. Ia bertindak sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua), dan shohabah (sahabat) bagi mad’unya. Peran yang multifungi itu menyebabkan seorang murabbi perlu memiliki berbagai keterampilan, antara lain keterampilan memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul. Biasanya, keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai murabbi.

Peran murabbi berbeda dengan peran ustadz, muballigh atau penceramah pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya pada penyampaian materimateri Islam secara menarik dan menyentuh hati, maka murabbi memiliki peran yang lebih kompleks daripada muballigh. Murabbi perlu melakukan hubungan yang intensif dengan mad’unya. Ia perlu mengenal “luar dalam” mad’unya melalui hubungan yang dekat dan akrab. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu permasalahan mad’unya sekaligus bertindak sebagai pembina mental, spritual, dan (bahkan) jasmani mad’unya. Peran ini relatif tidak ada pada diri seorang muballigh. Karena itulah, mencetak murabbi sukses lebih sulit daripada mencetak muballigh sukses.

Dalam skala makro, keberadaan murabbi sangat penting bagi keberlangsungan perjuangan Islam. Dari tangan murabbilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh dan handal memperjuangkan Islam. Jika dari tangan muballigh lahir orang-orang yang “melek’ terhadap pentingnya Islam dalam kehidupan, maka murabbi melajutkan kondisi “melek” tersebut menjadi kondisi terlibat dan terikat dalam perjuangan Islam. Urgensi murabbi dalam perjuangan Islam bukan hanya retorika belaka, tapi sudah dibuktikan dalam sejarah panjang umat Islam. Dimulai oleh Nabi Muhammad saw sendiri ketika beliau menjadi murabbi bagi para sahabatnya. Kemudian dilanjutkan dengan para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (terbelakang), sampai akhirnya dipraktekkan oleh berbagai harakah (gerakan) Islam di seluruh belahan dunia hingga saat ini. Tongkat esatafeta perjuangan Islam tersebut dilakukan oleh para murabbi yang sukses membina kaderkader dakwah yang tangguh.

Pada intinya, umat Islam tak mungkin mencapai cita-citanya jika dari tubuh umat Islam itu sendiri belum lahir sebanyak-banyaknya murabbi handal yang ikhlas mengajak umat untuk memperjuangkan Islam.

Keutamaan Murabbi

Mengingat begitu pentingnya peran murabbi dalam keberlangsungan eksistensi umat dan dakwah, sudah seharusnya kita memiliki keseriusan untuk mencetak murabbi-murabbi sukses. Namun ternyata mencetak murabbi sukses bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai kendala yang menghadang. Kendala tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian.

1. Kendala kemauan

Yakni kendala berupa belum munculnya kesadaran dan motivasi yang tinggi dari sebagian kita untuk menjadi murabbi. Mungkin disebabkan belum tahu pentingnya murabbi, belum percaya diri untuk menjadi murabbi, atau karena tidak menganggap prestisius peran murabbi dalam masyarakat.

2. Kendala kemampuan

Yakni kendala berupa minimnya pengetahuan dan pengalaman menjadi murabbi. Memang, menjadi murabbi membutuhkan berbagai kemampuan yang perlu terus ditingkatkan. Beberapa kemampuan yang perlu dimiliki, misalnya pengetahuan agama, dakwah, pendidikan, organisasi, manajemen, psikologi, dan lain-lain. Kemampuan ini masih terbatas dimiliki oleh kebanyakan umat.

3. Kendala kesempatan

Yakni kendala ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menjadi murabbi. Kehidupan dunia yang penuh godaan materi ini membuat orang terlena untuk mengejarnya, sehingga tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang strategis. Termasuk di dalamnya tak punya waktu untuk serius menjadi murabbi. Padahal keberlangsungan eksistensi umat sangat tergantung pada keberadaan murabbi-murabbi handal.

Mestinya, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan kekuatan iman dan taqwa kepada Allah swt. Tanpa kekuatan iman dan taqwa, obsesi menjadi murabbi sukses menjadi musykil dilakukan. Selain dengan iman dan taqwa, untuk mengatasi berbagai kendala itu kita juga perlu menyadari beberapa keutamaan menjadi murabbi, diantaranya :

1. Melaksanakan kewajiban syar’i.

Menuntut ilmu wajib hukumnya dalam Islam. Apalagi jika yang dituntut itu ilmu Islam. Cara yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah dengan halaqah, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Menurut kaidah fiqih, jika pelaksanaan kewajiban membutuhkan sarana, maka sarana itu menjadi wajib untuk diadakan. Logikanya, jika menuntut ilmu Islam itu wajib dan cara yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah halaqah, maka halaqah menjadi wajib untuk diadakan.

Halaqah tidak akan berjalan efektif tanpa adanya dua pihak, pembina (murabbi) dan peserta (mad’u). Karena itu, menjadi murabbi dan mad’u menjadi wajib juga. Allah berfirman : “..Hendaklah kamu menjadi orang-orang robbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. 3 :79). Pada ayat tersebut, Allah menyuruh setiap muslim menjadi murabbi (mengajarkan Al Kitab) dan menjadi mad’u (mempelajari Al Kitab). Tidak boleh hanya mau menjadi mad’u saja, tapi tidak mau menjadi murabbi. Jadi kesimpulannya, setiap muslim wajib mengupayakan dirinya untuk menjadi murabbi.

2. Menjalankan sunnah rasul.

Rasulullah saw telah membina sahabat-sahabatnya dalam majelis zikir atau halaqah. Rasulullah membina halaqah selama hidupnya, baik ketika di Mekah (contohnya di Darul Arqom) maupun di Madinah (contohnya majelis ta’lim di Masjid Nabawi). Jadi, menjadi murabbi berarti melaksanakan sunnah rasul (kebiasaan Rasulullah saw). “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah (Sunnah Rasul), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. 2 : 151).

3. Mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Barangsiapa yang mengajarkan Islam kepada orang lain maka ia akan mendapatkan pahala. Semakin efektif sarana pengajarannya, semakin berlipat ganda pahala yang akan didapatkan. Halaqah adalah sarana yang paling efektif untuk mengajar Islam. Karena itu, menjadi murabbi akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

4. Mencetak pribadi-pribadi unggul

Nabi Muhammad saw adalah murabbi yang telah berhasil mencetak generasi terbaik sepanjang masa. Oleh sebab itu, menjadi murabbi berarti turut membina pribadi-pribadi unggul harapan umat dan bangsa. Sangat aneh jika seorang muslim tidak mau menjadi murabbi padahal ia sebenarnya sedang melakukan tugas yang besar dan penting bagi masa depan umat dan bangsa.

5. Belajar berbagai  keterampilan

Dengan membina, seorang murabbi akan belajar tentang berbagai hal. Misalnya, ia akan belajar tentang bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, bergaul, mengemukakan pendapat, mempengaruhi orang lain, merencanakan sesuatu, menilai orang lain, mengatur waktu, mengkreasikan sesuatu, mendengar pendapat orang lain, mempercayai orang lain, dan lain sebagainya. Pembelajaran tersebut belum tentu didapatkan di sekolah formal.

Padahal manfaatnya begitu besar, bukan hanya akan meningkatkan kualitas pembinaan selanjutnya, tapi juga bermanfaat untuk kesuksesan hidup seseorang.

6. Meningkatkan iman dan taqwa.

Dengan menjadi murabbi, seseorang akan dapat meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Secara psikologis, orang yang mengajarkan orang lain akan merasa seperti menasehati dirinya sendiri. Ia akan berupaya meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah seperti yang ia ajarkan kepada orang lain. Dampaknya, hidupnya akan menjadi tenang karena dekat dengan Allah dan terhindar dari kemaksiatan.

7. Merasakan manisnya ukhuwah

Untuk mencapai sasaran-sasaran halaqah, murabbi dituntut mampu bekerjasama dengan peserta halaqah. Kerjasama tersebut akan berbuah pada manisnya ukhuwah Islamiyah di antara murabbi dan mad’u. Betapa banyak orang Islam yang tidak dapat merasakan manisnya ukhuwah. Namun dengan menjadi murabbi, seorang muslim akan berpeluang untuk merasakan manisnya ukhuwah.

Dengan mengetahui berbagai keutamaan murabbi tersebut, tak alasan lagi bagi kita untuk mengelak menjadi murabbi. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita sebagai murabbi yang sukses membina mad’u. Inilah pekerjaan besar yang masih banyak “lowongannya”. Inilah tugas besar yang menanti kita untuk meresponnya.

Syarat Murabbi

Lalu siapa saja yang boleh menjadi murabbi? Sebenarnya setiap orang Islam boleh dan berhak menjadi murabbi. Tidak ada alasan untuk melarang seseorang menjadi murabbi. Sebab menjadi murabbi adalah bagian dari pekerjaan dakwah. Dan dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Jadi setiap muslim boleh saja menjadi murabbi sebagai salah satu pelaksanaan kewajiban dakwahnya.

Namun agar murabbi tidak mengalami kesulitan dalam membina mad’unya, ia perlu memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

  1. Memiliki pengetahuan tentang Islam sebagai minhajul hayah (metode hidup), khususnya menguasai kurikulum halaqah (yang biasanya dibuat oleh jama’ah).
  2. Mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf Arab, meskipun tingkat dasar.
  3. Tidak terbata-bata dalam membaca Al Qur’an.
  4. Mempunyai kemampuan mengorganisir.
  5. Mempunyai kemampuan merespon dan menyelesaikan masalah.
  6. Mempunyai kemampuan menyampaikan ide dan pengetahuannya kepada orang lain.
  7. Berusaha menghiasi dirinya dengan akhlaq Islami, khususnya akhlaq sebagai seorang murabbi.

Tugas dan Hak Murabbi

Sebagai pemimpin dalam halaqah, murabbi perlu memahami tugas-tugasnya. Tugas murabbi adalah:

  1. Memimpin pertemuan.
  2. Mengambil keputusan dalam syuro’ halaqah.
  3. Menasehati dan mengupayakan pemecahan masalah mad’u.
  4. Mempertimbangkan berbagai usulan dan kritik mad’u.
  5. Mengawasi dan mengkoordinir penghimpunan dan penyaluran infaq.
  6. Menghidupkan suasana ruhiyah, fikriyah dan da’wiyah dalam halaqah.
  7. Membangun kinerja halaqah yang solid, sehat, dinamis, produktif dan penuh ukhuwah.
  8. Memahami dan menguasai kondisi mad’u serta meningkatkan potensi mereka.
  9. Meneruskan dan mensosialisasi informasi dan kebijakan jama’ah.
  10. Mengupayakan terealisirnya berbagai program halaqah dan jama’ah dalam lingkup halaqah.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, murabbi mempunyai hak untuk :

  1. Didengar dan ditaati.
  2. Dimintai pendapat.
  3. Dihargai dan dihormati.
  4. Mengajukan permintaan bantuan untuk melaksanakan tugas.
  5. Memutuskan kebijakan.
  6. Membentuk kepengurusan halaqah.

Tujuan dan Sasaran Halaqah

Semua tugas dan hak murabbi tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan halaqah, yakni membentuk pribadi Islami dan da’iyah (Syakhsiyah Islamiyah wad da’iyah).

Tujuan tersebut dijabarkan dalam empat sasaran halaqah, yaitu :

1. Tercapainya 10 muwashafat (sifat-sifat) tarbiyah

  • Aqidah yang bersih (salimul aqidah)
  • Ibadah yang benar (shahihul ibadah)
  • Akhlaq yang kokoh (matinul khuluq)
  • Penghasilan yang baik dan cukup (qadirul ‘alal kasbi)
  • Pikiran yang berwawasan (mutsafaqul fikr)
  • Tubuh yang kuat (qawiyul jism)
  • Mampu memerangi hawa nafsu (mujahidu linafsihi)
  • Mampu mengatur segala urusan (munazham fi syu’unihi)
  • Mampu memelihara waktu (haritsun ‘ala waqtihi)j.
  • Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighairihi)

2. Tercapainya ukhuwah Islamiyah

3. Tercapainya produktifitas dakwah (berupa tumbuhnya da’i dan murabbi baru)

3. Tercapainya pengembangan potensi mad’u

Alasan Sistematika Penulisan

Di dalam buku ini, kami menguraikan 114 tips (kiat) menjadi murabbi sukses. Tips sebanyak 114 ini sebenarnya dapat dikurangi atau ditambahkan lagi, tapi kami sengaja membatasinya menjadi 114 tips agar sama dengan jumlah surah dalam Al Qur’an. Kami berharap dengan kesamaan jumlah ini Anda lebih mudah mengingatnya. Kami juga berharap agar kesamaan jumlah 114 ini, ruh Al Qur’an dapat “berpindah” kepada Anda, para pembaca, khususnya kepada mereka yang ingin menjadi murabbi sukses. Kami berharap semoga amal mereka selalu diiringi dengan semangat Al Qur’an.

Kami juga membagi buku ini dalam 10 bagian, yakni :

Bagian I : Tips Persiapan

Bagian II : Tips Meningkatkan Kredibilitas dan Wibawa

Bagian III : Tips Menarik Simpati Mad’u

Bagian IV : Tips Memahami Mad’u

Bagian V : Tips Menumbuhkan Solidaritas

Bagian VI : Tips Meningkatkan Disiplin

Bagian VII : Tips Memberikan Tugas

Bagian VIII : Tips Meningkatkan Ruhiyah

Bagian IX : Tips Mendinamiskan Sistem Halaqah

Bagian X : Tips Lain-Lain

Pembagian tersebut untuk memberikan kesempatan kepada Anda melakukan jeda (istirahat) ketika membaca buku ini. Selain itu, untuk mempermudah Anda mencari tips tertentu yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Namun jika pembaca memperhatikan, sebenarnya pembagian tersebut kurang tepat untuk beberapa tips. Ada beberapa tips yang mungkin cocok dimasukkan dalam beberapa bagian. Mungkin juga ada beberapa tips yang menurut Anda kurang pas ditempatkan pada bagian tertentu. Hal ini dapat kami maklumi. Yang penting bagi kami, pesan kami dapat sampai kepada Anda, tanpa terlalu mempersoalkan di bagian mana sebaiknya tips tersebut ditempatkan.

Di setiap tips, kami juga menyampaikan dalil Al Qur’an dan Hadits atau kata-kata bijak dari beberapa ulama dan tokoh dakwah. Tujuannya agar Anda mendapatkan nuansa yang lebih luas dari tips yang kami sampaikan. Mudah-mudahan hal tersebut bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan keyakinan kita tentang pentingnya penggunaan tips tersebut dalam mengelola halaqah.

Kami juga memohon maaf jika dalam sumbangan kecil kami ini masih ada hal-hal yang kurang berkenan. Kami tidak mengklaim bahwa apa yang kami sampaikan ini merupakan satu-satunya cara yang harus digunakan untuk menjadi murabbi sukses.

Mungkin, para murabbi lain mempunyai tips berbeda yang juga berhasil mengantarkan mad’u-mad’unya menjadi kader dakwah yang iltizam (komitmen) kepada Islam.

Akhirul kalam, kami kembalikan semuanya kepada Allah SWT. Kami memohon taufik dan pertolongan Allah. Sesungguhnya Dia mampu berbuat apa saja yang dikehendakinya.


sumber: hasanalbanna.id