Skip to main content

2012-01-05 Determinasi Sosial

Muhammad-Anis-Matta1.jpg

Kita memang  tidak punya pilihan di depan  takdir Allah SWT yang bersifal seperti  ini; kita dilahirkan di atas tanah apa, pada zaman apa, dari etnis apa, dan pada situasi seperti apa. Itulah nasib yang tidak mungkin diubah. Kumulasi dari itu semua yang selanjutnya kita  sebut  lingkungan.  Para  ahli  pendidikan  kemudian memberikan  porsi  yang  sangat besar  terhadap  lingkungan  sebagai  faktor  determinan  yang  mempengaruhi  dan mewarnai pertumbuhan seseorang.

Akan  tetapi,  sejarah  memberikan  beberapa  kesaksian  yang  mungkin  bisa  disebut pengecualian.  Dan,  para  pahlawan  memang  merupakan  pengecualian.  Mereka  pada mulanya  juga  lahir dari kumulasi  lingkungan  yang  sama,  tetapi pada akhirnya muncul dengan warna  yang  sama  sekali  berbeda dengan  generasi angkatannya  yang  lahir dari lingkungan  tersebut.  Jadi,  input  lingkungannya  sama,  tetapi  output  efeknya  berbeda.

Inilah  cerita  seorang  penulis  tentang  Hasan  Al Banna,  pemimpin  pergerakan  Islam terbesar  abad  ini.  Ia  (Hasan Al Banna),  kata  sang  penulis,  tumbuh  sebagaimana  kami tumbuh, pada lingkungan yang sama tempat kami berkembang, pada sekolah yang sama tempat  kami  belajar,  sejak  dari  tingkal  dasar  sampai  perguruan  tinggi,  dan  tentu  juga dengan  kurikulum  yang  sama.  la  juga  menyaksikan  dan  merasakan  kemiskinan, keterbelakangan,  dan  kerusakan  sosial  di Mesir  sebagaimana  kami  umumnya.  la  juga membaca buku dan media cetak yang kami baca. Tidak ada yang  istimewa dalam  latar lingkungannya, baik di rumah maupun di sekolah atau di masyarakai.

Namun,  hasilnya  kemudian  berbeda.  la  muncul  sebagai  pembaharu  dan  pemimpin. Lantas,  dimanakah  rahasianya?  Tidak  mudah  memang  memberikan  jawaban  yang sangat  definitif  untuk masalah  ini. Akan  tetapi,  setidaknya  ada  dua  faktor  yang  dapat disebut  di  sini.  Pertama,  semua  itu  sepenuhnya  adalah  karunia  Allah  SWT  untuk masyarakat  yang  hidup  di  zamannya.  Sebab,  Rasulullah  SAW  pernah  bersabda,  “Jika Allah  SWT meridhai  suatu  kaum, maku Allah  akan mengangkat  orang-orang  terbaik dari mereka sebagai pemimpin. Dan jika Allah memurkai suatu kaum, maka Allah akan mengangkat orang-orang terjahat dari mereka sebagai pemimpin.” (HR. Tirmizi).

Jadi, para pahlawan  itu adalah hadiah  langit untuk penduduk bumi. Karena  itu, mereka memang  mendapat  inayah  Allah  SWT  sejak  awal  pertumbuhan  hingga  saat  mereka mementaskan peran kesejarahan mereka.

Kedua, para pahlawan biasanya mempersepsi  lingkungannya dengan cara yang berbeda dari  kebanyakan  orang.  Pada  banyak  orang,  kesulitan-kesulitan  yang  tercipta  dari kumulasi lingkungan dianggap sebagai nasib yang niscaya dan tidak dapat diubah. Jadi, sejak  awal  mereka  kalah  di  depan  nasib  itu.  Para  pahlawan  justru  melihat lingkungan  itu  sebagai  objek  yang harus diubah dan kendali perubahan  itu  ada pada  manusia.  Jadi,  sejak  awal  mereka  berpikir  sebagai  pelaku  atau  perubah.

Mereka  mungkin  lapar,  tetapi  mereka  lebih  banyak  memikirkan  kemiskinan sebagai fenomena sosial yang harus diubah. Mereka mungkin dari keluarga tidak terdidik,  tetapi  mereka  kemudian  berpikir  menjadi  otodidak  dan  bagaimana mengembangkan pendidikan.

Begitulah akhirnya mengapa mereka menjadi lebih cerdas dari zamannya. Atau pikiran-pikiran mereka bahkan mendahului zamannya.


sumber: hasanalbanna.id