Skip to main content

2011-12-02 Madrasah Al Mu’alimin Al Awwaliyah di Damanhur

Hasan-Al-Banna.jpg

“Siswa yang satu ini” dapat memenui janjinya, yakni melanjutkan hafalan Al Qur’an yang pernah dimulainya dahulu di Madrasah Ar Rasyad. Kini ia tambah seperempatnya lagi hingga sampai surat Yasin.

Dewan Teritorial kota Bahirah menetapkan penghapusan sistem Madrasah I’dadiyah dan diganti dengan Madrasah Ibtida’iyah. Maka tidak ada alternatif lain bagi siswa ini kecuali harus memilih; mendaftarkan diri ke Al Ma’had Ad Diniy di Iskandaria –agar kelak menjadi “Azhari” (gelar bagi alumni Al-Azhar, pent)– atau ke Madrasatul Mu’alimin Al Awwaliyah di Damanhur untuk dapat menyingkat waktu, karena setelah tiga tahun menempuh pelajaran di sini akan menjadi seorang guru. Akhirnya pilihan kedua inilah yang ia pilih.

Tibalah saatnya pendaftaran.

Ternyata ada dua kendala menghadang: kendala usia (umurnya baru tiga belas setengah tahun, padahal usia minimal untuk dapat diterima adalah empat belas tahun) dan kendala hafalan Al-Qur’an (mengingat hafalan merupakan syarat untuk diterima di madrasah ini dan harus diuji secara lisan).

Kepala sekolah ketika itu –Ustadz Basyir Ad-Dasuqi Musa—adalah seseorang yang murah hati. Beliau memberi dispensasi kepada siswa yang satu ini dengan tidak mempersoalkan syarat usia. Adapun mengenai hafalan Al-Qur’an, beliau dapat menerimanya dengan perjanjian menambah hafalan Al-Qur’an yang tinggal seperempatnya itu. Beliau menyatakan tetap akan melakukan tes tulis dan lisan. Akhirnya ia pun berhasil menyelesaikannya dan lulus. Sejak saat itu ia menjadi salah satu siswa di Madrasatul Mu’alimin Al-Awwaliyah di Damanhur.


sumber: hasanalbanna.id