Skip to main content

2012-02-06 Kisah-kisah Shahih dalam Al Quran dan As Sunnah

Umar-Sulaiman-Al-Asyqar.jpg

Segala puji bagi Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Yang menundukkan makhluk dengan kemuliaan dan hukum-Nya. Yang melunakkan hati hamba-hamba-Nya, dan menyinari mata hati  mereka dengan nur-nur hidayah yang dikandung oleh kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Shalawat dan salam kepada makhluk-Nya yang paling mulia dan penutup Rasul-Rasul-Nya, Muhammad, yang membimbing manusia kepada Tuhan mereka, dan yang menundukkan hati mereka dengan jalan-jalan hidayah yang dia bawa kepada mereka, dan kepada keluarganya, para sahabatnya beserta orangorang yang mengambil petunjuknya dan mengikuti sunnahnya sampai hari Kiamat.

Amma ba’du.

Buku ini memaparkan mayoritas kisah-kisah dari hadits Nabi. Keutamaan kisah-kisah dari hadits nabawi berada di bawah kisah-kisah dari Al Qur’an. Jika Al Qur’an adalah kalamullah, maka mayoritas kisah-kisah hadits adalah wahyu dari Allah. Oleh karena itu, keduanya berasal dari satu sumber dan satu sasaran. Target-target dari kisah-kisah dalam hadits adalah target-target di dalam kisah Al  Qur’an. Sama-sama menyuguhkan bekal untuk para dai dan orang-orang shalih, bekal rohani yang dikandung oleh kisah dan menyirami ruh, hati dan akal orang-orang yang beriman.

Kisah Al Qur’an dan hadits mengalir dalam diri manusia secara lembut dan murni. Kata-kata dan peristiwa-peristiwanya membawa segudang nasihat dan faedah untuk mengarahkan kepada jalan yang lurus dan melecut seorang mukmin untuk menjauhi dosa-dosa dan kerusakan-kerusakan.

Buku ini – seperti diisyaratkan oleh judulnya – membatasi diri pada hadits-hadits yang bersanad shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Aku tidak menyimpang dari dasar ini kecuali pada sedikit kisah yang mauquf kepada sahabat di mana sanadnya dari mereka adalah shahih; ada kemungkinan bahwa mereka mendengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, dan mungkin pula mereka mengetahui dari selainnya.

Batasan buku ini hanya pada hadits-hadits shahih, tidak mengangkat hadits-hadits saqim (sakit), dhaif (lemah), bathil, dan palsu. Karena, menisbatkan hadits yang tidak bersanad shahih kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah dusta atas nama Rasulullah. Dan dusta atas nama Allah dan Rasul-Nya termasuk kejahatan besar.

Tidak boleh menyepelekan dalam menisbatkan hadits-hadits kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, terlebih jika hadits-hadits itu adalah kisah, karena kisah adalah berita-berita dan kejadian-kejadian ghaib. Kita beriman kepada ghaib yang benar. Beriman kepada sesuatu yang ghaib tanpa berdasar kepada Allah dan tidak pula dari Rasul-Nya dalam urusan-urusan yang tidak diketahui kecuali melalui wahyu, itu merupakan penyimpangan dari jalan lurus dan kesesatan dalam pemikiran. Lebih dari itu, kisah-kisah dusta yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bisa jadi di dalam lipatan-lipatannya tersimpan akidah-akidah, akhlak-akhlak dan nilai-nilai bathil yang menyusup ke dalam diri manusia dengan mudah tanpa kesulitan.

Kisah-kisah seperti ini adalah sampan yang mengasyikkan bagi orang-orang yang ingin menyesatkan kaum muslimin. Oleh karena itu, para ulama banyak memperingatkan akan bahaya kisah-kisah palsu, sebagaimana mereka juga telah memperingatkan dari tukang-tukang cerita yang tidak mengerti hadits shahih dan hadits lemah. Bahkan mereka menulis beberapa buku untuk memberi peringatan. Hal ini karena betapa berbahayanya, orang-orang yang menyulap agama menjadi dongeng-dongeng fiksi. Termasuk dalam bidang ini adalah apa yang dilakukan oleh sebagian penulis masa kini, ketika mereka merusak sirah nabawiyah (perjalanan kehidupan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam) dengan pemaparan berdasar pada metode dongeng khayalan. Dengan itu mereka telah banyak merusak agama kaum muslimin.

Aku menunjukkan tempat hadits di dalam buku-buku sunnah; lebih-lebih jika hadits itu termaktub dalam Shahihain atau salah satu dari keduanya. Akan tetapi, aku tidak merinci secara detail takhrij hadits-hadits dan jalan periwayatan lafazhnya. Aku hanya menyebutkan kisah-kisah terkomplit. Jika di dalam riwayat lain terkandung ilmu-ilmu dan faedah-faedah yang tidak terdapat di riwayat yang aku sebutkan, niscaya aku akan menyebutkan semuanya.

Dalam urusan takhrij hadits, aku berpijak pada takhrij sebagian ahli ilmu yang ilmunya terpercaya dalam bidang ini.

Aku tidak menyebutkan berita-berita tentang orangorang terdahulu yang bukan kisah. Banyak sekali beritaberita di dalam hadits Rabbani yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi, penciptaan Malaikat, jin dan manusia, tentang para Rasul, orang-orang baik dan orang-orang jahat, akan tetapi tidak dalam bentuk kisah.  Oleh karena itu, aku tidak memaparkannya lantaran tidak termasuk di dalam bingkai yang aku letakkan untuk buku ini.

Pembaca akan melihat bahwa aku menulis buku ini dengan satu metode dalam seluruh haditsnya. Setiap hadits diberi mukaddimah sebagai pengantar untuk masuk ke dalam kisah. Lalu aku memaparkan nash hadits, diikuti dengan sumber-sumber rujukan dari hadits-hadits yang kuambil. Aku pun menerangkan dan menjelaskan kosakata yang sulit. Aku juga menjelaskan hadits secara memadai dan menutup semua hadits dengan pelajaranpelajaran dan faedah-faedah yang terpetik.

Pembaca akan melihat bahwa aku tidak membiarkan pikiran melayang jauh dari nash hadits hingga pembaca mengkhayalkan peristiwa-peristiwa seperti yang diinginkannya dan menambah alur cerita baru melebihi kandung hadits, dengan alasan bahwa kita membuat riwayat atau cerita bersambung dari hadits, di mana pada kisah tersebut terdapat alur kisah yang runtut dan daya tarik lainnya.

Metode yang dianut oleh banyak penulis masa kini adalah salah besar. Mayoritas kisah hadits adalah wahyu Ilahi, tidak ada peluang untuk memberikan tambahan. Di samping itu, ia menceritakan realita seperti kejadian aslinya, bukan ucapan bikinan dan penambahan seperti yang dilakukan oleh para penulis yang membuatnya berubah menjadi ucapan bikinan. Seharusnya yang dilakukan oleh penulis adalah menarik benang merah dari nash dengan sebisa mungkin, berpijak pada metode yang diletakkan oleh para ulama dalam upaya menarik faedah-faedah, pelajaran-pelajaran dan hukum-hukum dari nash.

Mungkin pembaca mengkritik penulis karena dia tidak memasukkan kisah-kisah dari hadits dalam jumlah besar, yang angkanya bisa melebihi kandungan buku ini yaitu kisah-kisah yang terjadi dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para sahabatnya. Yang benar adalah bahwa kisah model begini tidak termasuk dalam kisah-kisah yang menjadi target buruanku, karena yang aku maksudkan dengan kisah-kisah dari hadits adalah kisah-kisah yang diambil dari hadits-hadits Rasul qauliyah (perkataan Rasulullah). Yaitu, kisah tentang umat-umat terdahulu yang beliau sampaikan. Semoga aku bisa menulis kisah-kisah dari hadits Nabi model lain di buku lain pula.

Di dalam buku ini, pembaca yang budiman akan mendapati kisah-kisah para Nabi dan Rasul dalam jumlah yang tidak sedikit. Walaupun Al Qur’anul Karim telah memaparkan kisah-kisah mereka dengan kaum mereka secara luas dan terperinci, namun aku juga menyebutkannya. Sebagian dari kisah yang ada tidak tercantum di dalam Al Qur’an secara mutlak, seperti kisah Yusya’ dan kisah Nabi yang membakar penghunian semut, dan sebagian lagi tertulis di dalam Al Qur’an.

Hadits-hadits digunakan sebagai penjelas, penerang dan pemerinci tentang apa yang ada di dalam Al Qur’an, seperti kisah tentang Musa dengan Khidir yang tercantum di dalam surat Al Kahfi. Karena sebagian kisah-kisah Nabi yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang aku paparkan juga dipaparkan di dalam Taurat, maka aku pun menyebutkan apa yang disinggung tentangnya di dalam Taurat, tapi bukan bermaksud mengambil ilmu darinya. Al Qur’an dan hadits adalah lebih dari cukup. Ini demi meluruskan penyelewengan dan perubahan yang menimpa kisah-kisah Nabi di dalam Taurat. Dan barangsiapa melihat berita-berita dan ajaran-ajaran Taurat dengan metode yang aku ikuti ini, maka dia akan menemukan bahwa salah satu target kisah-kisah di hadits Nabi adalah meluruskan penyimpangan dan perubahan yang terjadi di dalam Taurat.

Sungguh telah salah orang-orang yang merujuk kepada Taurat untuk mengambil ilmu darinya, lalu mereka mensejajarkannya dengan ilmu yang dituangkan oleh Al Qur’an dan hadits. Kita harus  encuci buku-buku kita dari Israliyat yang ditulis oleh beberapa ahli ilmu terdahulu. Kita tidak memerlukan ilmu Bani Israil. Agama kita telah sempurna, tidak memerlukan syariat nenek moyang. Dan yang menjadi kewajiban kita adalah menjadikan Al Qur’an dan hadits-hadits Rasul kita sebagai hakim,  pelurus, dan pengoreksi terhadap apa yang ada di dalam bukubuku Yahudi dan Nashrani. Al Qur’an telah jelas mengungkapkan hal ini dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Al Qur’an ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya.” (QS  An Naml: 76)

Aku berharap karya yang aku persembahkan buku ini bisa bermanfaat bagi hamba-hamba Allah. Bisa menutupi kebutuhan kepustakaan Islam, sehingga tidak perlu lagi menoleh pada kisah-kisah palsu dan dusta yang dijadikan pijakan oleh sebagian orang dan dijelaskan oleh sebagian ahli ilmu. Aku memohon kepada Allah agar memberiku niat yang ikhlas di dalamnya, memberiku pahala karenanya dengan kemurahan, kedermawanan dan rahmat-Nya, dan memberi taufik kepada para pembaca agar mereka memberikan doa yang baik untuk penulis.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin.

Dr. Umar Sulaiman Abdullah Al Asyqar

Fakultas Syari’ah Universitas Yordania

Amman